Namanya Mak Ani, usia 68 tahun.
Setiap hari ia melangkahkan kakinya menyusuri jalanan, mencari nafkah dari berjualan tisu.
Kini, Mak Ani hidup sebatang kara di sebuah kamar kontrakan kecil tanpa ada yang menemani. Suaminya telah wafat sejak tahun 2012, sementara anak-anaknya tidak lagi peduli padanya.
Dulu, Mak Ani bekerja sebagai buruh obras. Namun karena dianggap sudah berumur, pekerjaannya berhenti. Sejak itu, satu-satunya cara untuk bertahan hidup hanyalah dengan menjual tisu di jalanan.
Bayangkan, setiap hari ia berjalan kaki menempuh jarak hingga 40 km, berharap ada yang membeli tisunya, meski hanya satu per satu. Lebih sedih lagi, Mak Ani bercerita bahwa saat ia berhenti sebentar untuk menawarkan tisu, justru sering diusir oleh pengemis yang merasa terganggu dengan keberadaannya.
Untuk bisa berjualan, Mak Ani terpaksa menggadaikan emas satu-satunya demi membeli stok tisu. Dari setiap bungkus, ia hanya mendapatkan seribu rupiah. Jumlah yang sangat kecil, sementara biaya kontrakan bulanan sebesar Rp300.000 saja sudah terasa berat. Apalagi untuk makan sehari-hari, sering kali ia masih kesulitan.
Hidup di usia senja seharusnya bisa tenang, namun Mak Ani masih harus berjuang seorang diri.
Teman-teman, mari kita bantu Mak Ani.
Agar ia bisa memulai usaha yang lebih baik dan tidak lagi harus menempuh jalan puluhan kilometer hanya demi sesuap nasi.