Pemandangan yang menyedihkan namun penuh dengan kekuatan. Itulah yang dapat kita lihat saat melihat sosok Mak Cicih, seorang lanjut usia dhuafa yang usianya sudah mencapai 65 tahun. Tubuhnya bungkuk, langkahnya seringkali bergetar, dan jalanpun harus ditopang oleh alat bantu.
Setiap hari, ia bangun pagi-pagi untuk memulai aktivitasnya sebagai penjual makanan. Beragam makanan seperti bubuk gorengan dan roti menjadi andalannya. Dengan segala keterbatasan fisiknya, Mak Cicih berjualan dengan berjalan kaki dari pagi hingga dzuhur. Namun, kondisi fisiknya yang sudah tidak sekuat dulu membuatnya tidak bisa berjualan lama-lama.
Penghasilan yang diperoleh Mak Cicih dari berjualan hanya berkisar antara 15-30 ribu rupiah per hari. Uang tersebut hanya cukup untuk membeli beras, sementara untuk makanan lainnya sangatlah terbatas.Sehari-hari, makanan yang ia nikmati hanyalah garam dan cabe rawit. Baginya, itu sudah merupakan hidangan yang paling nikmat. Makanan seperti tahu tempe atau bahkan daging ayam adalah sebuah impian yang sangat jauh dari jangkauannya. Hanya jika ada sedikit uang lebih, atau jika ada yang memberinya sedekah, ia bisa membeli sedikit kemewahan tersebut.
Tidak hanya hidupnya yang penuh keterbatasan, rumah tempat tinggal Mak Cicih juga memprihatinkan. Dinding rumah yang sudah usang tidak mampu menahan air hujan yang deras. Setiap musim hujan, rumahnya tergenang air dan menjadi basah kuyup. Bahkan, WC-nya sudah ambruk hingga lima kali, namun belum ada biaya untuk memperbaikinya.
Di tengah kondisinya Mak Cicih tetap masih harus berjuang untuk bertahan hidup dengan berjualan makanan.
Para Penderma, mari sisihkan rezeki untuk meringankan beban Mak Cicih agar bisa hidup layak.
Bantu Mak Cicih Penjual Gorengan Bertahan Hidup...
